SaveSave Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Maarij For Later. 0 ratings 0% found this document useful (0 votes) 787 views 13 pages. Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Maarij. Uploaded by Tafsir Ibnu Katsir Surat Al 'Alaq. Uploaded by. Rahman Abdika. Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Qadr. Uploaded by. Bpk Jujur. Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Mu'Awwidzatain
Tafsir QS An-Nas Al-Azhar dan Ibnu Katsir. Berlindung dari Setan Jin dan Setan Manusia. AN-NAAS atau Al-Nas Manusia adalah surat terakhir dalam Mushaf Al-Quran, yakni surat ke-114. Ayatnya pendek-pendek, namun maknanya sangat An-Nas berintikan perintah kepada kita umat Islam agar berlindung kepada Allah SWT dari dari kejahatan bisikan syetan dan manusia yang biasa bersembunyi waswasil khannas .Berikut ini Tafsir QS An-Nas dari Tafsir Al-Azhar dan Ibnu Katsirقُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ مَلِكِ النَّاسِ إِلََهِ النَّاسِ مِنْ شَرِّ الوَسْوَاسِ الخَنَّاسِ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُوْرِ النَّاسِ مِنَ الجِنَّةِ وَالنَّاسِ “Katakanlah Aku berlindung kepada Tuhan Rob/yang memelihara manusia, Raja manusia, Sembahan Ilaah manusia. Dari kejahatan bisikan syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan kejahatan ke dalam manusia, dari golongan jin dan manusia.” TAFSIR AL-AZHAR PROF HAMKADi dalam Surat yang terakhir dalam susunan Al-Qur’an yang 114 Surat ini, disebutkanlah ajaran bagaimana caranya manusia berlindung kepada Allah dari sesamanya sendiri HAMKA dan saudara yang membaca karangan ini adalah manusia. Dan kita pun hidup di tengah-tengah dari hubungan kita dengan Allah, kita pun selalu berhubungan dengan sesama manusia. Tidak ada di antara kita yang dapat membebaskan diri daripada ikatan dengan sesama dalam Surat 3, Ali Imran ayat 112 dengan tegas Allah memberikan peringatan bahwa kehinaan akan dipikulkan Tuhan kepada kita kecuali dengan berpegang kepada dua tali tali dari Allah dan tali dari manusia. Agama sendiri pun, selain mengatur tali perhubungan dengan Allah, juga mengatur tali perhubungan dengan sesama kita pun maklum dan mengalami sendiri, bahwa pergaulan dengan sesama manusia itu bukanlah suatu yang mudah. Yang bagus menurut pendapat kita belum tentu bagus menurut pendapat orang lain. Langkah cita-cita yang baik belum tentu diterima orang lain. Kalau dipandangnya akan merugikannya, niscaya akan tengah-tengah gelombang kehidupan manusia yang banyak itu, dengan berbagai macam ragam keinginan, kelakuan, cita-cita, lingkungan dan pendidikan terseliplah kita, saya dan saudara, sebagai pribadi. Menyisih dari sesama manusia tidak bisa, dan bergaul terus dengan mereka bukan tak ada pula akibatnya, akibat yang baik ataupun yang bisa menguntungkan kita dan bisa membahayakan diajarkanlah pada Surat yang terakhir ini bagaimana cara kita menghadapi dan hidup di tengah-tengah manusia. Kita dengan ajaran melalui Nabi SAW disuruh memperlindungkan diri kepada Allah! Karena Allah itulah Rabbun-Naasi, Pemelihara Manusia. Malikun-Naasi, Penguasa Manusia dan Ilahun-Naasi, Tuhan bagi adalah Rabbun, Malikun, adalah Pemelihara, Penguasa dan adalah KHALIQ, artinya Pencipta. Di samping menciptakan seluruh alam, Allah pun menciptakan manusia, dan manusia itu mempunyai pergaulan hidup. Manusia diberi akal budi, sehingga manusia hidup di permukaan bumi ini jauh berbeda dengan kehidupan makhluk Allah yang lain. Sebab itu maka manusia dapat merencanakan apa yang akan dikerjakannya di dalam menempuh jalan hidupnya sampai dunia ini akan ditinggalkannya Allah membiarkan saja manusia hidup menurut semau-maunya.“Apakah menyangka manusia itu bahwa ia akan dibiarkan saja hidup terlunta-lunta?” Al-Qiyaamah 36.Tuhan adalahRabbun-Naasi , Pemelihara manusia. Tidak dibiarkan terlantar, dipelihara-Nya lahirnya dan batinnya, luarnya dan dalamnya, jasmaninya dan rohaninya, makanannya dan minumannya. Yang dipelihara-Nya itu termasuk aku, engkau dan termasuk segala makhluk yang bernamaNaas atauInsan dalam dunia ini. Sehingga turun nafas kita, perjalanan dan goyangan jantung siang dan malam yang tidak pernah berhenti, alat-alat pencerna tubuh, telinga alat pendengar, mata alat melihat, hidung alat pembau, semuanya dipelihara terus oleh Maha Pemelihara itu, oleh Rabbun Dia adalah pula Malikun-Naasi, Penguasa dari seluruh kalimatmalik itu dibaca tidak dipanjangkan bacaan pada mim tidak denganmadd , panjang dua alif menurut ilmu tajwid, berartilah diaPenguasa atau Raja. Pemerintah tertinggi atau Sultan. Tetapi kalau malik dibaca dengan dipanjangkan dua alif pada mim, berarti diaYang Empunya .Dipanjangkan membacamim ataupun dibaca tidak dipanjangkan, namun pada kedua bacaan itu memang terkandung kedua pengertian Allah itu memang Raja, atau Penguasa yang mutlak atas diri manusia Maha Kuasa Allah itu mentakdirkan dan mentadbirkan, sehingga mau tidak mau, kita manusia mesti menurut peraturan yang telah ditentukan-Nya, yang disebut kita hendak dilahirkan-Nya ke dunia, hanya berasal dari setetes mani, kita pun lahir. Kalau kita hendak dimatikan-Nya, bagaimanapun bertahan, kita pasti mati. Kita ini Dialah yang empunya. Bahkan nyawa kita sendiri kitalah yang empunya. Namun pada hakikatnya, yang empunya nyawa kita bukanlah kita, melainkan Dia. Jelas dikatakan-Nya dalam Wahyu-Nya, artinya Nyawa-Nya, bukan Ruhi-iy Roh atau nyawaku! Dengan K, huruf kecil.Kalau sudah jelas bahwa nyawa kita sendiri bukan kita manusia yang empunya, apalah lagi yang kita kuasai dan kita punyai dalam diri kita ini?Tidak ada!Maka tidaklah ada artinya mengakui Allah sebagai Rabbun, atau Pemelihara, kalau kita tidak mengakui yang selanjutnya, yaitu bahwa Allah itu sebagai Malikun adalah sebagai Penguasa atas kita manusia, Raja atas kita manusa, yang Memiliki atas diri seluruh manusia, termasuk aku dan engkau!Oleh sebab hanya Dia Pemelihara dan hanya Dia Penguasa, maka hanya Dia pulalah yang Ilah, hanya Dia sajalah yang Tuhan, yang wajar buat disembah dan dipuja. Kepada-Nyalah kembali segala persembahan dan segala perlindungkan diri kepada Allah, Pemelihara, Penguasa dan Tuhan dari Sarwa Sekalian Alam, dan khusus dari seluruh manusia dari segala Surat yang telah lalu, Surat 113, Al-Falaq kita memperlindungkan diri kepada Allah sebagai Pemelihara dari pergantian malam kepada siang, dari kejahatan segala apa pun yang Dia jadikan. Kita melindungkan diri kepada-Nya, dalam keadaan-Nya sebagai Pemelihara dari kegelapan malam, dan kita pun melindungkan diri dari mantra dan tuju tukang sihir, ataupun dari bujuk rayu perempuan sebagai ditafsirkan oleh Abu Muslim dan dari hasad dengkinya orang yang dengki. Namun pada Surat penutup ini, Surat 114 kita berlindung kepada Allah dari satu macam bahaya yang timbul dari sesama manusia. Apakah bahaya itu?Yaitu “Dari kejahatan bisik-bisikan dari si pengintai-peluang.” ayat 4. Ialah orang yang selalu mengintai kalau ada peluang. Yang selalu menunggu moga-moga kita terlengah. Maka saat kita terlengah itulah peluang yang baik baginya untuk membisik-bisikkan suatu!“Yang membisik-bisikkan di dalam dada manusia.” ayat 5. Dia berbisik-bisik, bukan berterang-terang. Dia masuk ke dalam dada manusia secara halus sekali. Dia menumpang dalam aliran darah, dan darah berpusat ke jantung, dan jantung terletak di dalam dengan tidak disadari bisikan yang dimasukkan melalui jantung yang dibalik benteng dada itu, dengan tidak disadari terpengaruhlah oleh bisik itu. Sedianya kita akan maju, namun karena mendengar bisikan dalam dada itu, kita pun hati kita telah bulat hendak berjihad fi Sabilillah, namun karena bisikan yang menembus hati itu, kita tidak jadi berjihad. Kita menjadi ragu akan maju ke muka. Bisikan dalam hati yang menghasilkan ragu-ragu itu sangatlah menurunkan mutu kita sebagai perasaan yang dibisikkan oleh sesuatu di dalam dada itu telah diberi nama dalam ayat-ayat ini, yaitu waswas! Dan dia pun telah menjadi bahasa Indonesia kita, yang memasukkan waswas ini ke dalam dada kita? Ditegaskan oleh ayat terakhir. Dia terdiri “Daripada jin dan manusia.” ayat 6.Si pengintai-peluang ayat 4 disebut siKHANNAS !Ada yang halus atau secara halus, itulah yang dari jin. Ada yang kasar secara kasar, itulah yang dari membujuk, merayu, setelah memperhatikan bahwa kita kelengahan kita, timbullah penyakit waswas dalam dada, hilang keberanian menegakkan yang benar dan menangkis yang salah, sehingga rugilah hidup di tengah-tengah pergaulan manusia yang menempuh jalan berliku-liku ayat penghabisan ini telah dijelaskan bahwasanya si pengintai-peluang itu terdiri dari dua jenis, yaitu jin dan manusia. Al-Hasan menegaskan“Keduanya sama-sama syaitan. Syaitan yang berupa jin memasukkan waswas ke dalam dada manusia. Adapun syaitan yang berupa manusia memasukkan waswas secara kasar.”Qatadah menjelaskan “Di keduanya ada syaitannya. Di kalangan jin ada syaitan-syaitan, di kalangan manusia pun ada syaitan-syaitan.”Tafsir dari Ustazul Imam Syaikh Muhammad Abduh lebih menjelaskan lagi. Kata beliau“Yang membisik-bisikkan was-was ke dalam hati manusia itu adalah dua macam. Pertama ialah yang disebut jin itu, yaitu makhluk yang tak nampak oleh mata dan tidak diketahui mana orangnya tetapi terasa bagaimana dia memasukkan pengaruhnya ke dalam hati, membisikkan, merayukan. Dan semacam lagi ialahperayu yang kasar , yaitu manusia-manusia yang mengajak dan menganjurkan kepada jalan yang salah.”Imam Ghazali di dalam kitabnyaIhya’ Ulumuddin yang terkenal itu memberikan bimbingan terperinci, bagaimana usaha supaya di dalam kita melakukan sembahyang jangan sampai si Khannas itu dapat memasukkan pengaruhnya ke dalam dada kita. Di antara lain beliau menulis“Apabila engkau membacaA’udzu billahi minasy-syaithanir-rajim , hendaklah engkau ingat bahwa musuh besarmu itu syaitan, selalu mengintipmu, dan jika engkau lengah niscaya dipalingkannya hatimu daripada ingat akan Allah. Asal mulanya ialah karena hasad dengkinya kepadamu, melihat engkau munajat menyeru Allah dan engkau bersujud kepada-Nya. Padahal dia dikutuk Tuhan karena sekali bersalah menantang Tuhan, tidak mau sujud kepada sesungguhnya engkau memperlindungkan diri kepada Allah daripada perdayaan syaitan itu ialah dengan meninggalkan apa yang disukai syaitan, bukan semata-mata hanya berlindung diucapkan mulut. Karena orang yang telah diintai oleh binatang buas, sedang dia tahu, atau hendak diserang dan dibunuh oleh musuhnya, tidaklah akan menolong kalau hanya diucapkannya “Aku berlindung kepada Allah, bentengky yang kuat,” padahal dia masih tegak juga di tempat. Ucapkanlah ucapan itu, tetapi segeralah tinggalkan tempat yang berbahaya itu. Karena dengan ucapan saja tidaklah akan jugalah adanya orang yang masih saja menuruti kehendak syahwatnya, padahal menurut syahwat itulah yang sangat disukai oleh syaitan dan dimurkai oleh Tuhan, tidaklah akan menolong kalau hanya ucapan, kalau hanya bacaan! Tetapi hendaklah di samping berucap dan membaca, ambil cepat tindakan meninggalkan lapangan syaitan itu dan masuk ke dalam benteng yang tidak sedikit pun dapat dimasuki oleh musuh. Benteng yang teguh kokoh itu ialah yang pernah dijelaskan oleh Tuhan Azza wa Jalla dengan perantaraan lidah Nabi-Nya SAW. Bahwa Tuhan pernah berfirman kepada beliau Hadis Qudsi“La Ilaha Illallah”, “Tidak ada Tuhan melainkan Allah adalah benteng-Ku, barangsiapa yang masuk melindungkan diri ke dalam benteng-Ku, selamatlah ia daripada azab-Ku.”Orang yang terpelihara dalam benteng itu ialah orang yang benar-benar tidak ada ma’budnya, tidak ada yang disembahnya selain Allah. Adapun orang yang mengambil hawa nafsunya menjadi Tuhannya, maka dia itu adalah di tempat permedanan syaitan, bukan berlindung di bentang Tuhan.” – Sekian banyaklah keterangan dari Rasulullah SAW sendiri tentang bagaimana pentingnya kedua Surat ini yang selalu disebut “Mu’awwidzataini” dua Surat perlindungan untuk dijadikan bacaan pengokoh iman, penguat jiwa, penangkis tersebutlah di dalam Hadis yang Shahih, dirawikan oleh Bukhari, yang beliau terima dengan sanadnya daripada Ibu orang yang beriman Siti Aisyah moga-moga Allah ridha kepadanya, bahwasanya junjungan kita Nabi Muhammad SAW apabila hendak masuk ke dalam tempat tidurnya setiap malam, dikumpulknya kedua telapak tangannya, kemudian itu dibacanya mula-mula “Qul Huwallaahu Ahad”, sesudah itu “Qul A’udzu Bi Rabbil Falaqi”, sesudah itu “Qul A’udzu Bi Rabbin-naasi”, yang dirampungkannya sambil membaca itu dengan kedua telapak tangannya itu. Setelah selesai, maka dibarutkannyalah kedua telapak tangannya itu pada bahagian-bahagian yang dapat dicapai oleh kedua telapak tangannya itu, dengan dimulai dari kepalanya dan mukanya, terus kepada seluruh badannya sampai ke bawah. Diperbuatnya demikian sampai tiga kali.”Selain dari Bukhari, Hadis ini pun dirawikan oleh seketika penulis tafsir ini masih lagi kecil, cara pelaksanaan Hadis ini telah diajarkan kepadaku oleh ayahku dan guruku. Dan dalam perjalanan-perjalanan musafir ketika saya mengiringkan beliau, jaranglah aku tidak melihat beliau melakukan demikian. Demikianlah adanya, IBNU KATSIRKetiga ayat yang pertama dalam QS An-Nas merupakan sebagian dari sifat-sifat Allah Swt, yaitu sifatRububiyah Tuhan, sifatAl-Mulk Raja, dan sifatUluhiyyah Yang disembah.Dia adalah Tuhan segala sesuatu, Yang memilikinya dan Yang disembah oleh semuanya. Maka segala sesuatu adalah makhluk yang diciptakan-Nya dan milik-Nya serta menjadi yang memohon perlindungan diperintahkan agar dalam permohonannya itu menyebutkan sifat-sifat tersebut agar dihindarkan dari kejahatan godaan yang bersembunyi, yaitu setan yang selalu mendampingi sesungguhnya tiada seorang manusia pun melainkan mempunyai qarin pendamping-nya dari kalangan setan yang menghiasi perbuatan-perbuatan fahisyah hingga kelihatan bagus itu juga tidak segan-segan mencurahkan segala kemampuannya untuk menyesatkannya melalui bisikan dan godaannya, dan orang yang terhindar dari bisikannya hanyalah orang yang dipelihara oleh Allah dalam kitab sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabdaمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا قَدْ وُكِلَ بِهِ قَرِينَةٌ "Tiada seorang pun dari kamu melainkan telah ditugaskan terhadapnya qarin teman setan yang mendampinginya." Mereka bertanya, "Juga termasuk engkau, ya Rasulullah?" Beliau Saw. menjawabنَعَمْ إِلَّا أَنَّ اللَّهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ فَلَا يَأْمُرُنِي إِلَّا بِخَيْرٍ» "Ya, hanya saja Allah membantuku dalam menghadapinya; akhirnya ia masuk Islam, maka ia tidak memerintahkan kepadaku kecuali hanya kebaikan."Dan di dalam kitabSahihain disebutkan dari Anas tentang kisah kunjungan Safiyyah kepada Nabi Saw. yang saat itu sedang i'tikaf, lalu beliau keluar bersamanya di malam hari untuk menghantarkannya pulang ke Nabi Saw. bersua dengan dua orang laki-laki dari kalangan Ansar. Di saat melihat Nabi Saw., bergegaslah keduanya pergi dengan cepat. Maka Rasulullah Saw. bersabdaPerlahan-lahanlah kamu berdua, sesungguhnya ia adalah Safiyyah binti keduanya berkata.”Subhanallah, ya Rasulullah." Rasulullah Saw. bersabdaإِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنَ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ وَإِنِّي خَشِيتُ أَنْ يَقْذِفَ فِي قُلُوبِكُمَا شَيْئًا- أَوْ قَالَ شَرًّا» "Sesungguhnya setan itu mengalir ke dalam tubuh anak Adam melalui aliran darahnya. Dan sesungguhnya aku merasa khawatir bila dilemparkan sesuatu prasangka buruk ke dalam hati kamu berdua." Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bahr, telah menceritakan kepada kami Addiy ibnu Abu Imarah, telah menceritakan kepada kami Ziyad An-Numairi, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabdaإِنَّ الشَّيْطَانَ وَاضِعٌ خَطْمَهُ عَلَى قَلْبِ ابْنِ آدَمَ فَإِنْ ذَكَرَ الله خَنَسَ، وَإِنْ نَسِيَ الْتَقَمَ قَلْبَهُ فَذَلِكَ الْوَسْوَاسُ الْخَنَّاسُ» Sesungguhnya setan itu meletakkan belalainya di hati anak Adam. Jika anak Adam mengingat Allah, maka bersembunyi; dan jika ia lupa kepada Allah, maka setan menelan hatinya; maka itulah yang dimaksud dengan bisikan setan yang tersembunyi. Hadis ini berpredikat Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Asim, bahwa ia pernah mendengar Abu Tamimah yang menceritakan hadis berikut dari orang yang pernah dibonceng oleh Nabi mengatakan bahwa di suatu ketika keledai yang dikendarai oleh Nabi Saw. tersandung, maka aku berkata, "Celakalah setan itu." Maka Nabi Saw. bersabdaلَا تَقُلْ تَعِسَ الشَّيْطَانُ فَإِنَّكَ إِذَا قُلْتَ تَعِسَ الشَّيْطَانُ تَعَاظَمَ وَقَالَ بِقُوَّتِي صَرَعْتُهُ وَإِذَا قُلْتَ بِاسْمِ اللَّهِ تَصَاغَرَ حَتَّى يصير مثل الذباب وغلب Janganlah engkau katakan, "Celakalah setan.” Karena sesungguhnya jika engkau katakan, "Celakalah setan, "maka ia menjadi bertambah besar, lalu mengatakan, "Dengan kekuatanku, aku kalahkan dia.” Tetapi jika engkau katakan, "Bismillah, "maka mengecillah ia hingga menjadi sekecil diriwayatkan oleh Imam Ahmad, sanadnya jayyid lagi kuat. Dan di dalam hadis ini terkandung makna yang menunjukkan bahwa hati itu manakala ingat kepada Allah, setan menjadi mengecil dan terkalahkan. Tetapi jika ia tidak ingat kepada Allah, maka setan membesar dan dapat Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al-Hanafi, telah menceritakan kepada kami Ad-Dahhak ibnu Usman, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabdaإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا كَانَ فِي الْمَسْجِدِ جَاءَهُ الشَّيْطَانُ فَأَبَسَ بِهِ كَمَا يَبِسُ الرَّجُلُ بِدَابَّتِهِ، فَإِذَا سَكَنَ لَهُ زَنَقَهُ أَوْ أَلْجَمَهُ» Sesungguhnya seseorang di antara kamu apabila berada di dalam masjid, lalu setan datang, lalu setan diikat olehnya sebagaimana seseorang mengikat hewan kendaraannya. Dan jika ia diam tidak berzikir kepada Allah, maka setan berbalik mengikat dan mengekangnya. Abu Hurairah mengatakan bahwa kalian dapat menyaksikan hal tersebut. Adapun yang dimaksud dengan maznuq yakni orang yang diikat pada lehernya, maka engkau lihat dia condong seperti ini tidak berzikir kepada Allah. Adapun orang yang dikekang, maka ia kelihatan membuka mulutnya dan tidak mengingat Allah Saw. hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya setan yang biasa bersembunyi. An-Nas 4 Bahwa setan bercokol di atas hati anak Adam. Maka apabila ia lupa dan lalai kepada Allah setan menggodanya; dan apabila ia ingat kepada Allah maka setan itu bersembunyi. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan ibnu Sulaiman telah meriwayatkan dari ayahnya, bahwa pernah diceritakan kepadanya, sesungguhnya setan yang banyak menggoda itu selalu meniup hati anak Adam manakala ia sedang bersedih hati dan juga manakala sedang senang hati. Tetapi apabila ia sedang ingat kepada Allah, maka setan bersembunyi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, Al-waswas," bahwa makna yang dimaksud ialah setan yang membisikkan godaannya; apabila yang digodanya taat kepada Allah, maka setan Allah Swt.{الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ} yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia. An-Nas 5Apakah makna ayat ini khusus menyangkut Bani Adam saja sebagaimana yang ditunjukkan oleh makna lahiriah ayat, ataukah lebih menyeluruh dari itu menyangkut Bani Adam dan jin?Ada pendapat mengenainya, yang berarti makhluk jin pun termasuk ke dalam pengertian lafaz an-nas secara prioritas. Ibnu Jarir mengatakan bahwa adakalanya digunakan lafaz rijalun minal jin laki-laki dari kalangan jin ditujukan terhadap mereka, maka tidaklah heran bila mereka jin dikatakan dengan istilah Allah Swt.{مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ} dari golongan jin dan manusia. An-Nas 6Apakah ayat ini merupakan rincian dari firman-Nya yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia. An-Nas 5 Kemudian dijelaskan oleh firman berikutnya dari golonganjin dan manusia. An-Nas 6Hal ini menguatkan pendapat yang kedua. Dan menurut pendapat yang lainnya, firman-Nya berikut ini dari golongan jin dan manusia. An-Nas 6 merupakan tafsir dari yang selalu membisikkan godaannya terhadap manusia, yaitu dari kalangan setan manusia dan setan jin. Sebagaimana pengertian yang terdapat di dalam firman-Nyaوَكَذلِكَ جَعَلْنا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَياطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوراً Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap itu musuh, yaitu setan-setan dari jenis manusia dan dari jenis jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipumanusia. Al-An'am 112Dan semakna dengan apa yang disebutkan oleh Imam Ahmad, bahwaحَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا الْمَسْعُودِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو عُمَر الدِّمَشْقِيُّ، حَدَّثَنَا عُبَيْدِ بْنِ الْخَشْخَاشِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ، فَجَلَسْتُ، فَقَالَ "يَا أَبَا ذَرٍّ، هَلْ صَلَّيْتَ؟ ". قُلْتُ لَا. قَالَ "قُمْ فَصَلِّ". قَالَ فَقُمْتُ فَصَلَّيْتُ، ثُمَّ جَلَسْتُ فَقَالَ "يَا أَبَا ذَرٍّ، تَعَوَّذْ بِالْلَّهِ مِنْ شَرِّ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ". قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلِلْإِنْسِ شَيَاطِينُ؟ قَالَ "نَعَمْ". قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، الصَّلَاةُ؟ قَالَ "خَيْرُ مَوْضُوعٍ، مَنْ شَاءَ أَقَلَّ، وَمَنْ شَاءَ أَكْثَرَ". قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَا الصَّوْمُ؟ قَالَ "فَرْضٌ يُجْزِئُ، وَعِنْدَ اللَّهِ مَزِيدٌ". قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَالصَّدَقَةُ؟ قَالَ "أَضْعَافٌ مُضَاعَفَةٌ". قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّهَا أَفْضَلُ؟ قَالَ "جُهد مِنْ مُقل، أَوْ سِرٌّ إِلَى فَقِيرٍ". قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الْأَنْبِيَاءِ كَانَ أَوَّلَ؟ قَالَ "آدَمُ". قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَنَبِيٌّ كَانَ؟ قَالَ "نَعِمَ، نَبِيٌّ مُكَلَّم". قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَمِ الْمُرْسَلُونَ؟ قَالَ "ثَلَثُمِائَةٍ وَبِضْعَةَ عَشْرَ، جَمًّا غَفيرًا". وَقَالَ مَرَّةً "خَمْسَةَ عَشْرَ". قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّمَا أُنْزِلَ عَلَيْكَ أعظم؟ قَالَ "آيَةُ الْكُرْسِيِّ {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} Telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-Mas’udi, telah menceritakan kepada kami Abu Umar Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Ubaid Al-Khasykhasy, dari Abu Zaryang telah menceritakan bahwa ia datang kepada Rasulullah Saw. yang saat itu berada di dalam masjid. lalu ia duduk. maka Rasulullah Saw. bertanya,"Hai Abu Zar, apakah engkau telah salat?" Aku Abu Zar menjawab, "Belum." Rasulullah Saw. bersabda, "Berdirilah dan salatlah kamu!" Maka aku berdiri dan salat, setelah itu aku duduk lagi dan beliau Saw. bersabda Hai Abu Zar, mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan manusia dan setan bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah setan manusia itu ada?" Beliau Saw. menjawab, "Ya ada." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan salat?" Rasulullah Saw. menjawab Salat adalah sebaik-baik pekerjaan; barangsiapa yang ingin mempersedikitnya atau memperbanyaknya hendaklah ia melakukan apa yang disukainya —dari salatnya itu—.Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan puasa?" Rasulullah Saw. menjawab Amal fardu yang berpahala dan di sisi Allah ada tambahannya. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan sedekah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Pahalanya dilipatgandakan dengan kelipatan yang banyak."Aku bertanya, "Manakah sedekah yang terbaik, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. menjawab Hasil jerih payah dari orang yang merasa sedikit atau yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi kepada orang yang fakir. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, nabi manakah yang paling pertama?" Beliau menjawab, "Adam."Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah dia seorang nabi?" Nabi Saw. menjawab, "Ya, dia seorang nabi dan juga orang yang pernah diajak bicara langsung oleh Allah Swt." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, ada berapakah para rasul itu?"Rasulullah Saw. menjawab, "Tiga ratus belasan orang, jumlah yang cukup banyak." Di lain kesempatan beliau Saw. bersabda, "Tiga ratus lima belas orang rasul." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, wahyu apakah yang paling besar yang pernah diturunkan kepada engkau?" Rasulullah Saw. menjawab Ayat kursi, yaitu,"Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia Yang Hidup Kekal lagi terus-menerus mengurus makhluk-Nya.” QS. Al-Baqarah 255Imam Nasai meriwayatkan hadis ini melalui Abu Umar Ad-Dimasyqi dengan sanad yang sama. Hadis ini telah diriwayatkan dengan sangat panjang lebar oleh Imam Abu Hatim ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya melalui jalur Lain dan lafaz Lain yang panjang sekali; hanya Allah-Iah Yang Maha الْإِمَامُ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا وَكِيع، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ ذَرِّ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الهَمْداني، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَدَّادٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أُحَدِّثُ نَفْسِي بِالشَّيْءِ لَأَنْ أَخِرَّ مِنَ السَّمَاءِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَتَكَلَّمَ بِهِ. قَالَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي رَدَّ كَيْدَهُ إِلَى الْوَسْوَسَةِ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki' dari Sufyan, dari Mansur, dari Zar ibnu Abdullah Al-Hamdani, dari Abdullah ibnu Syaddad, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya dalam hatiku timbul suatu pertanyaan yang tidak berani aku mengatakannya. Lebih aku sukai jikalau aku dijatuhkan dari atas langit daripada mengutarakannya." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Nabi Saw. bersabda Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, segala puji bagi Allah yang telah menolak tipu daya setan hingga hanya sampai batas bisikan belaka.Imam Abu Daud dan Imam Nasai telah meriwayatkannya melalui hadis Mansur, sedangkan menurut riwayat Imam Nasai ditambahkan Al-A'masy, keduanya dari Zar dengan sanad yang akhir tafsir kitab Ibnu Kasir setelah di atasnya tafsir QS An-Nas dari Tafsir 1. Kita wajib berlindung kepada Allah SWT dari godaan setan dari kalangan jin dan Setan Jin menggoda dan mengajak keburukan secara halus, berbisik dalam hati Setan manusia menggoda dan mengajak keburukan secara terang-terangan, secara Setiap manusia didampingi setanqorin yang selalu menggoda untuk berbuat Dzikrullah adalah penangkal godan setan. Jika hati ingat kepada Allah, setan menjadi mengecil dan terkalahkan. Jika hati tidak ingat kepada Allah, maka setan membesar dan dapat mengalahkannya.* TafsirIbnu Katsir Juz 1 ..(34,6 MB) Tafsir Ibnu Katsir Juz 2 ..(25,9 MB) Tafsir Ibnu Katsir Juz 3 ..(13,1 MB) Tafsir Ibnu Katsir Juz 4 ..(15,3 MB) Tafsir Ibnu Katsir Juz 5 ..(16,3 MB) Tafsir Ibnu Katsir Juz 6 ..(22,8 MB) Tafsir Ibnu Katsir Juz 7 ..(18,1 MB) Tafsir Ibnu Katsir Juz 8 ..(15,3 MB) Tafsir Ibnu Katsir Juz 9 ..(17,4 MB) Which was revealed in Makkah This was the First of the Qur'an revealed ﴿بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيمِ ﴾ In the Name of Allah, the Most Gracious, the Most Merciful. TafsirIbnu Katsir Tafsir Surat Al-Falaq, ayat 1-5 - October 27, 2015 قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ (1) مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2) وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ (3) وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ (4) وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (5) Download Free PDFDownload Free PDFTafsir Ibnu Katsir Surah Al AlaqTafsir Ibnu Katsir Surah Al AlaqTafsir Ibnu Katsir Surah Al AlaqTafsir Ibnu Katsir Surah Al AlaqPerpustakaan Online Muslim PPI Kobe